Minggu, 15 Mei 2011

ISTILAH AKUNTANSI INFLANSI

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.[1] Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

Penyebab
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).[rujukan?] Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal,yaitu
kenaikan harga,misalnya bahan baku dan kenaikan upah/gaji,misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang
Metode yang digunakan dalam akuntansi inflansi ini sama dengan metode penentuan laba. Penekanan penentuan laba adalah [ada nilai laba yang lebih relevan yang digambarkan oleh laporan keuangan, sedangkan inflansi nilai semua item yang terdapat dalam laporan keuangan. Untuk menyusun laporan keuangan pada masa inflansi agar lebih relevan dapat digunakan beberapa metode.
Dari sudut auntansi inflansi, di luar historical cost adalah metode menyusun laporan keuangan untuk menyesuaikan dengan pengaruh inflansi.
1. General Price Level
Dalam metode General Price Level misalnya Historical Cost isesuaikan engan perubahan tingkat haga sehingga pada masa inflansi GPL ini lebih besar daripada nilai historical cost.
Keuntungan General Price Level Adjustment (GPLA) adalah :
a. Dapat menjelaskan pengaruh inflansi pada perusahaan.
b. Meningkatkan kegunaan perbandingan laporan antar periode
c. Membantu pemakai laporan menilai arus kas di masa yang akan datang secara lebih baik.
Kelemahannya adalah sebagai berikut :
a. Inflansi itu terjadi pada barang yang berbeda dan perusahaan yang berbeda jadi tidak bisa disamarkan.
b. GPLA tidak bermakna bagi perusahaan.
c. Angka yang disesuaikan tidak menggambarkan arus kas.
d. Rasio itu adalah indikator mentah.

2. Current Cost Accounting
Edgar Edwards dan Philip Bell (1961) merupakan tokoh yang paling gencar mempromosikan konsep CCA. Menurut meeka yang dibutuhkan oleh manajer adalah bagimana mereka mengalokasikan sumber-sumber ekonomi yang ada untuk memaksimalkan laba. Beberapa bentuk Current Cost apat dilihat dibawah ini:
a. Replacement Cost
Merupakan nilai yang diukur saat ini (current cost) untuk mendapatkan aktiva naru atau menggantinya dengan kapasitas produksinya yang sama. Dalam praktik nilai ganti ini hanya diterapkan pada aktiva nonmoneter seperti persediaan, aktiva tetap. Aktiva tetap disajikan menurut nilai gantinya, nilai bersih setelah digambarkan nilai yang sudah dipakai. Penyusutan dihitung berdasarkan pada nilai ganti itu. Pada masa inflansi sering terjadi backlog description atau penyusutan yang bersaldo negatif. Pos kewajiban biasanya tidak dinilai sebab, seperti pos moneter lainnya jumlahnya disajikan dalam nilai uang. Kemungkinan yang berbeda hanya untuk uang jangka panjang yang memiliki tingkat bunga yang berbeda antara harga pasar dan bunga yang diterapkan. Dalam penyajiannya utang ini harus disajikan menurut nilai diskontonya. Pada masa inflansi nilai dari replacement vlue ini lebih besar dari general price level.
b. Reproduction Cost
Adalah istilah lain yang hampir sama dengan Replacement cost ini. Di sini harga itu diukur berdasarkan harga sekarang jika aktiva itu dibuat atau diduplikasi eperti barang yang dimiliki itu tanpa melihat perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi aktiva yang dibuat itu. Jika suatu saat aktiva baru direproduksi tanpamenghiraukan perubahan teknologi \nya nilainya sama dengan replacement cost. Dengan demikian, secara umum apa yang berlaku pada metode replacement cost berlaku juga pada metode reproduction cost ini.
c. Net Realizable Value.
Harga pasar sekarang adalah harga atau kasyang diperoleh jika suatu aktiva dijual sekarang. Namun, harga ini didasarkan pada prinsip likuidasi bukan prinsip going concern sehingga menyalahi prinsip akuntansi. Salah satu metode current market value ini adalah net relizable value.
NRV merupakan harga jual dikurangi taksiran biaya penjualan. Pada masa inflansi nilai dari net realizable value ini lebih besar dari replacement cost karena manajemen tidak mungkin menjual barangnya tanpa mengharapkan laba marjin general price level. Penyusutan dalam metode ini dihitung berdasarkan perbedaan antara harga jual aktiva itu pada awal dibandingkan dengan pada akhir periode.
d. Selling Price
Disini nilai yang dipakai adalah harga jual tanpadikurangi biayapenjualan sehingga laporan keuangan yang disusun menurut selling price ini akan lebih besar daripada net realizable value dan metode lainyang disebut sebelumnya.
e. Expected Value
Metode ini sangat tergantung pada pengharapan seseorang jadi bisa lebih besar atau lebih kecil dibanding dengan metode lain karena expected value ini merupakan gambaran dari present value kas di masa yangakan datang.


Referensi : “Teori Akuntansi” , Sofyan Syafri Harahap, Jakarta 2007
www. Wikipedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar